Rabu, 10 Februari 2016

KISAH SAHABAT ANAS BIN MALIK

Disampaikan oleh Syarifah Soraya Alhaddad -Guru Hafalan Quran- MTs PKP JIS-
“ Ada dua hari dalam hidupku yang tak pernah terlupa sepanjang hayat ” kata Anas bin Malik mengawali kisahnya
“ Dua hari yang selalu kukenang dengan gejolak rasa yang luar biasa, hari yang satu kukenang dengan kebahagiaan tak terkira dan yang kedua dengan kesedihan tak terhingga “ sejenak Anas terdiam, menghembuskan nafasnya perlahan sementara para tabi’in yang mendengarkan dengan penuh khusyu menanti dengan tak sabar .
“ Hari yang pertama adalah satu hari kala aku berlarian menuju jalanan itu, jalan masuk kota yatsrib. usiaku kala itu sekitar 10 tahun dan aku bersama berpuluh anak2 sebayaku tanpa menghiraukan keringat yang bercucuran di badan kami dan terik matahari yang menyengat kepala, kami menerobos kumpulan besar itu, kelompok laki-laki dewasa yang berdiri di sepanjang jalan, menantikan kedatangan seseorang... “
“ Memang sejak beberapa hari sebelum hari itu kabar akan kedatangannya kami dengar, hingga kamipun menanti di sepanjang hari dan pulang di sore hari dengan kesedihan karena dia tak kunjung tiba juga dengan harapan esok hari ia akan sungguh2 datang.. “
“ dan inilah harinya. Tampak dari kejauhan dua ekor unta berjalan beriringan. Dan entah mengapa semakin dekat keduanya hatiku semakin gemetar, senyumku semakin lebar, dan mataku nyaris tak kuizinkan berkedip agar tak kehilangan bahkan bayangan untanya sekalipun “
“ itulah dia..... berdampingan dengan sahabatnya Assidik, tersenyum penuh arti kepada kami yang menatapnya penuh rindu.. “
“ itulah dia... yang namanya selalu membasahi bibir ibuku tiap waktu, “ Dia mengajarkan kita berbuat begini, anas.. dia mengajarkan kita meninggalkan ini anas.. “ suara ibuku kala menyebut namanya kembali terngiang di telingaku..”
“ Ya, kawan.. Dia adalah Nabi Muhammad.. “
“ untuk pertama kalinya wajah indahnya kupandang, dan kalian tahu?? Aku dengan pikiran kecilku kala itu seraya memandang wajahnya berfikir, aku dengannya ingin selalu bersama “..
“ dan begitulah... waktupun berlalu, hingga suatu hari ibuku membawaku padanya setelah bertanya padaku dan kujawab dengan iya”
“ wahai Rosulallah.. kulihat semua orang baik laki2 maupun perempuan menghadiahkan sesuatu untukmu Dan akupun ingin melakukannya. Aku ingin memberikan padamu sesuatu yang berharga. Dan karena yang paling berharga dan kucinta yang kumiliki adalah anakku anas maka aku hadiahkan ia padamu, ya Rosulallah.. ajaklah ia pergi perang jika kau mau, atau perintahkan padanya apapun. Ia aku serahkan sepenuhnya untukmu.. “
Dan mulai hari itu, tinggallah aku di rumah Rosulallah SAW, membersihkan rumahnya, mencucikan piringnya, dan melayani kebutuhannya
Dan tahukah kalian, kawan ?
Meski tampaknya aku melayaninya, pada nyatanya dialah yang banyak memberi padaku, dia mengajarkanku semuanya, dia memperlakukanku sebagai anaknya, 10 tahun aku bersamanya dari sejak kedatangannya hingga wafatnya tak sekalipun kudengar dia memarahiku, dan tak sekalipun dia berkata untuk sesuatu yang aku kerjakan ataupun yang tidak aku kerjakan
“ mengapa engkau melakukannya wahai anas ?? “
Sekali dalam masa baktiku padanya dia menegurku dan itu adalah tatkala dia memintaku untuk menyampaikan sesuatu kepada seorang sahabatnya, dan dia memintaku untuk segera melakukannya. Akupun menyanggupinya, bahkan karena ingin segera menyampaikan hajatnya akupun berlari menuju rumah orang tersebut. Namun kelelahan berlari akupun mulai berjalan dan semakin pelan , hingga aku melihat segerombolan anak2 sebayaku yang tengah bermain. Rasa penasaran membuatku menerobos mereka dan sebuah permainan menarik membuatku ikut bergabung menyaksikannya dan lalu lupalah aku akan perintahnya.. entah telah berapa lama aku berada disana ketika kurasakan tangan seseorang menutup mataku dari belakang, tangan yang begitu kukenal, tangan yang wanginya mengingatkanku pada perintahnya yang aku bengkalaikan. Maka dengan penuh perasaan bersalah akupun menoleh ke belakang, bersiap mendapatkan kemarahan akibat ketelodaran atau setidaknya teguran atas keterlambatan namun lihatlah dia.. senyum di wajahnya mengembang, tak ada kekesalan apalagi kemarahan yang ada hanyalah satu kalimat kecil yang terucap indah dari lisannya
“ ( ainal washi, ya anas.. ainal washi ya anas... )
( mana yang aku perintahkan wahai anas ?... ) maka akupun segera berlari melaksanakan tugasku..
Begitu banyak pelajaran yang telah dia berikan padaku, ilmu, adab, kebijaksanaan, hikmah, pengetahuan, doa, ibadah, kebaikan menjadikanku yang ketiga dari periwayat hadits2nya yang terbanyak sesudah abu hurairoh dan abdullah bin umar, salah satu dari nasihatnya padaku:
“ wahai anakku, jika kau bisa untuk sejak terjaga di pagi hari hingga malam menjelang dan di hatimu tak terdapat kebencian terhadap saudaramu seiman maka lakukanlah... wahai anakku ini adalah sunnahku, dan menghidupkan sunnahku berarti mencintaiku, mencintaiku berarti bersama denganku di surga- Nya.. “
Anas mengakhiri kisah hari pertamanya, dan memulai menceritakan kisah hari keduanya
Dan hari yang kedua adalah hari dimana kami tengah mengerjakan sholat dhuhur berjamaah kala itu, namun mendung menggelayuti kota madinah dan hati2 kami. Karena kami telah beberapa hari ini tak diimami oleh Rosulallah lagi. Dia yang tengah sakit kala itu mewakilkan pengimaman sholatnya kepada Abu bakar sahabat terdekatnya.. namun tiba2 beliau menyingkap tabir dan masuk ke dalam masjid, membuat kami spontan keluar dari sholat kami dan ingin mendekatinya, Abu bakar memerintahkan kami untuk tetap diam di tempat, Rosulallah lantas maju ke depan mengimami kami sholat dan memerintahkan abu bakar untuk tetap berada di mihrab imam sejengkal saja di belakangnya, suara takbirnya kala itu sudah sangat lemah dan tak terdengar hingga Abu bakarlah mengulanginya dan memperdengarkn gerakan sholat kepada kami. Dan kami tak pernah menyangka bahwa itu adalah sholat terakhir kami dengannya bahkan pertemuan kami yang terakhir, di akhir siang beliau meninggalkan kami, bertemu dengan Tuhan yang telah mengutusnya.
Tak pernah kulihat banjir airmata lebih banyak dari hari itu, tak pernah kulihat kesuraman lebih mengenaskan dari waktu itu, tak pernah kurasakan kesedihan dan kepedihan lebih nyata daripada hari itu, kami berkabung, kami berduka, kami tak lagi bisa menikmati hidup di dunia, mendung hati kami tak lagi beranjak, menggelayuti sisa hidup kami dan satu2nya hari yang kami nantikan sesudah itu adalah hari pertemuan kami dengannya.. dan aku.. hari yang paling aku nantikan adalah satu hari nanti dimana aku akan datang padanya seraya berkata :
“ aku adalah pelayan kecilmu anas ya Rosulallah.... “
Dan tangis anaspun meledak... mengakhiri kisahnya kerinduannya kepada nabi Muhammad tak mampu lagi dibendungnya..
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer