Hanya Untuk Naya oleh Salni Q
“Fikirkan lagi keputusanmu itu, Za”. Suara lembut Ibu akhirnya memecahkan
keheningan diantara kami. Sementara Naya, sambil menangis sesegukan, ia membanting-
bantingkan mainannya hingga hampir tidak berbentuk lagi. Ia terlihat sangat kesal dengan
semua mainannya itu. Sekilas dalam keheningan ini, mata kami melihat tingkah Naya yang
memang tak biasa. Dengan cepat kumendekatinya untuk merengkuh dan memeluknya erat.
Kucium lembut kening Naya yang basah karena keringat, “Kenapa,sayang?”. Lagi-lagi
perasaan ini datang. Mencambuk belah hatiku yang habis terkikis. Padahal aku sudah selalu
berusaha untuk menerima.
“Nda,nda,,!” Tubuh Naya mulai memberontak dari pelukanku.
“Kenapa?Mainannya jelek ya sayang?Besok kita beli yang lebih bagus lagi ya?”
“Nda,nda,ndaaaaa,,,!!!”. Naya terlihat semakin kesal. Kemudian ia memukul-mukul
kepalanya dan berteriak semakin keras.
“Jangan,Naya!Ini mama sayang…” Aku mencoba kuat untuk Naya. Walau hatiku tarasa
beribu-ribu perih memilu. Terlebih lagi didepan Ibu sekarang. Mata Ibu kini masih memana
kami. Entah apa yang dipikirkannya. Mungkin ia masih bingung dengan nasehatnya
untukku. Tentu ia berharap yang terbaik untuk cucunya,Naya. Tapi ia juga berharap agar
aku keluar dari pekerjaanku begitu saja.
“Awalnya mungkin sulit,Za. Tapi nanti Naya juga akan terbiasa dengan Ibu, dan kamu bias
bekerja seperti biasanya.”
Aku masih diam dan memandangi wajah Naya yang cantik. Aku mencoba
membayangkan ia bisa berbicara manja, bercerita tentang teman-temannya yang
jahil,kemudian berhitung, bernyanyi, seperti anak normal lainnya. Oh, Nayaku. Kau
memang tak biasa, kau teramat istimewa.
“Atuakah kamu memang tidak percaya Ibu untuk menjaga Naya, Za?”
Kali ini aku tertegun mendengar pertanyaan Ibu. Sungguh tak maksud hatiku untuk
menyinggung perasaan siapapun. Aku hanya ingin selalu bersama Naya setiap saat dengan
segala keterbatasan yang ia miliki. Naya autis. Naya hanya butuh aku.
“Ibu, maaf sebelumnya. Tak pernah Iza berpikiran seperti itu. Tapi memang Iza hanya ingin
bersama Naya dan selau mendampinginya. Mas Fikri juga mendukung keputusan Iza untuk
berhenti bekerja. Iza hanya ingin benar-benar berarti untuk Naya, membantu dalam segala
hal perkembangannya, membantu Naya menemukan kelebihan diatas kelemahan yang ia
miliki. Bu, Iza mohon maaf sekali lagi jika Iza mengecewakan Ibu. Iza sangat berterima
kasih atas segala kasih sayang dan usaha Ibu dan Bapak menyekolahkan Iza sampai lulus
sarjana dan sekarang menjadi seorang guru seperti cita-cita Iza kecil dulu. Tapi sekang Iza
punya Naya, Iza hanya ingin berarti untuk Naya, menjadi guru untuk Naya, untuk buah hati
Iza,Bu.”
Nafasku mendesah panjang. Ini memang keputusan berat, tapi aku sangat berharap
Ibu mau mengerti dengan semua keputusanku ini.
“Ilmu yang Iza punya takkan hilang,Bu. Semua yang Iza dapatkan dari bangku kuliah
sampai Iza menjadi sarjana sangat berarti untuk Iza dan,,,” Kupandangi lagi wajah malaikat
kecilku yang mulai tenang,”juga untuk Naya”
Dulu memang semangat api selalu membara dihatiku. Berasal dari mimpi untuk
menjadi salah satu pengabdi negeri, seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Kurakit semua
senang dan sendu menjadi dayungku. Sampai air mata pun menjadi asin bercampur
keringat yang tak pernah berhenti mengukir kata ‘semangat’. Kumengajak jiwa Ibu dan
Bapak untuk bersatu dalam mimpi ini. Selalu berharap ada doa yang meridhai hingga aku
mencapai puncak. Menjadi seoarang guru yang tentunya memakan biaya banyak ketika
dibangku kuliahan.
Ibu mendekati kami. Melihat Naya dengan mata takjub sebagai ciptaan Tuhan yang
indah. Walau terkadang aku melihat ada cahaya lelah disana. Ibu mengecup kening Naya
dengan rasa cintanya. Butiran hangat disudut mataku membuat hati ini semakin mendesak
dan sesak. Sementara langit masih mengukir biru, angin mencoba teduhkan suasana hati
kami. Kesenjangan hati mungkin mulai terkikis, ketika kami melihat wajah malaikat kecil
itu mulai sibuk bermain warna diatas buku gambarnya.
“Iza akan selalu berusaha menjadi Ibu yang baik untuk Naya. Iza ingin Naya
menjadi seseorang yang bisa berarti dan diakui keberadaannya,Bu. Naya pasti bisa
memperlihatkan kelebihan diatas kekurangan yang ia miliki. Walu ia adalah autis”
Ibu mulai tersenyum merekah. Dan matanya pun tetap memandang Naya. Coretan
warna crayon diatas kertas itu, Naya ukir bagaikan warna pelangi indah yang mewakili hati
dan masa depannya.
Naya kembali lagi berlari-lari mengitari kami, tentu sambil membawa buku
gambarnya. Ia mulai tertawa seperti dunia hanya miliknya. Dan tanpa berpikir lagi, Naya
langsung menubruk tubuhku sambil memeluk. Ia tunjukan buku gambarnya tepat didepan
mukaku.
“Mammaaa,,,!” Ia tertawa lagi.
Didedikasikan kepada seorang Ibu yang menjadi guru sejati untuk buah
hatinya.
I LOVE YOU MOM…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar