KISAH
SAHABAT 2
ANAS BIN MALIK
oleh Syarifah Soraya -Guru hafalan Quran MTs PKP-
“ Ada dua
hari dalam hidupku yang tak pernah terlupa sepanjang hayat ” kata Anas bin
Malik mengawali kisahnya
“ Dua hari yang selalu kukenang dengan gejolak
rasa yang luar biasa, hari yang satu kukenang dengan kebahagiaan tak terkira
dan yang kedua dengan kesedihan tak terhingga “ sejenak Anas terdiam,
menghembuskan nafasnya perlahan sementara
para tabi’in yang mendengarkan dengan penuh khusyu menanti dengan tak
sabar .
“ Hari
yang pertama adalah satu hari kala aku berlarian menuju jalanan itu, jalan
masuk kota yatsrib. usiaku kala itu sekitar 10 tahun dan aku bersama berpuluh anak2 sebayaku tanpa
menghiraukan keringat yang bercucuran di badan kami dan terik matahari yang menyengat
kepala, kami menerobos kumpulan besar itu, kelompok laki-laki dewasa yang
berdiri di sepanjang jalan, menantikan kedatangan seseorang... “
“ Memang sejak
beberapa hari sebelum hari itu kabar akan kedatangannya kami dengar, hingga
kamipun menanti di sepanjang hari dan pulang di sore hari dengan kesedihan
karena dia tak kunjung tiba juga dengan harapan esok hari ia akan sungguh2
datang.. “
“ dan
inilah harinya. Tampak dari kejauhan dua ekor unta berjalan beriringan. Dan entah
mengapa semakin dekat keduanya hatiku semakin gemetar, senyumku semakin lebar,
dan mataku nyaris tak kuizinkan berkedip agar tak kehilangan bahkan bayangan
untanya sekalipun “
“ itulah
dia..... berdampingan dengan sahabatnya Assidik, tersenyum penuh arti kepada
kami yang menatapnya penuh rindu.. “
“ itulah
dia... yang namanya selalu membasahi bibir ibuku tiap waktu, “ Dia mengajarkan
kita berbuat begini, anas.. dia mengajarkan kita meninggalkan ini anas.. “
suara ibuku kala menyebut namanya kembali terngiang di telingaku..”
“ Ya,
kawan.. Dia adalah Nabi Muhammad.. “
“ untuk
pertama kalinya wajah indahnya kupandang, dan kalian tahu?? Aku dengan pikiran
kecilku kala itu seraya memandang wajahnya berfikir, aku dengannya ingin selalu
bersama “..
“ dan
begitulah... waktupun berlalu, hingga suatu hari ibuku membawaku padanya
setelah bertanya padaku dan kujawab dengan iya”
“ wahai
Rosulallah.. kulihat semua orang baik laki2 maupun perempuan menghadiahkan
sesuatu untukmu Dan akupun ingin melakukannya. Aku ingin memberikan padamu
sesuatu yang berharga. Dan karena yang paling berharga dan kucinta yang
kumiliki adalah anakku anas maka aku hadiahkan ia padamu, ya Rosulallah.. ajaklah ia pergi perang jika kau mau, atau
perintahkan padanya apapun. Ia aku serahkan sepenuhnya untukmu.. “
Dan mulai
hari itu, tinggallah aku di rumah Rosulallah SAW, membersihkan rumahnya,
mencucikan piringnya, dan melayani kebutuhannya
Dan
tahukah kalian, kawan ?
Meski
tampaknya aku melayaninya, pada nyatanya dialah yang banyak memberi padaku, dia
mengajarkanku semuanya, dia memperlakukanku sebagai anaknya, 10 tahun aku
bersamanya dari sejak kedatangannya hingga wafatnya tak sekalipun kudengar dia
memarahiku, dan tak sekalipun dia berkata untuk sesuatu yang aku kerjakan ataupun yang tidak aku kerjakan
“ mengapa engkau
melakukannya wahai anas ?? “
Sekali
dalam masa baktiku padanya dia menegurku dan itu adalah tatkala dia memintaku
untuk menyampaikan sesuatu kepada seorang sahabatnya, dan dia memintaku untuk
segera melakukannya. Akupun menyanggupinya, bahkan karena ingin segera
menyampaikan hajatnya akupun berlari menuju rumah orang tersebut. Namun
kelelahan berlari akupun mulai berjalan dan semakin pelan , hingga aku melihat
segerombolan anak2 sebayaku yang tengah bermain. Rasa penasaran membuatku
menerobos mereka dan sebuah permainan menarik membuatku ikut bergabung
menyaksikannya dan lalu lupalah aku akan perintahnya.. entah telah berapa lama
aku berada disana ketika kurasakan tangan seseorang menutup mataku dari
belakang, tangan yang begitu kukenal, tangan yang wanginya mengingatkanku pada
perintahnya yang aku bengkalaikan. Maka dengan penuh perasaan bersalah akupun
menoleh ke belakang, bersiap mendapatkan kemarahan akibat ketelodaran atau
setidaknya teguran atas keterlambatan namun lihatlah dia.. senyum di wajahnya
mengembang, tak ada kekesalan apalagi kemarahan yang ada hanyalah satu kalimat
kecil yang terucap indah dari lisannya
“ ( ainal
washi, ya anas.. ainal washi ya anas... )
( mana
yang aku perintahkan wahai anas ?... ) maka akupun segera berlari melaksanakan
tugasku..
Begitu
banyak pelajaran yang telah dia berikan padaku, ilmu, adab, kebijaksanaan,
hikmah, pengetahuan, doa, ibadah, kebaikan menjadikanku yang ketiga dari
periwayat hadits2nya yang terbanyak sesudah abu hurairoh dan abdullah bin umar,
salah satu dari nasihatnya padaku:
“ wahai
anakku, jika kau bisa untuk sejak terjaga di pagi hari hingga malam menjelang
dan di hatimu tak terdapat kebencian terhadap saudaramu seiman maka lakukanlah...
wahai anakku ini adalah sunnahku, dan menghidupkan sunnahku berarti
mencintaiku, mencintaiku berarti bersama denganku di surga- Nya.. “
Anas
mengakhiri kisah hari pertamanya, dan memulai menceritakan kisah hari keduanya
Dan hari
yang kedua adalah hari dimana kami tengah mengerjakan sholat dhuhur berjamaah
kala itu, namun mendung menggelayuti kota madinah dan hati2 kami. Karena kami
telah beberapa hari ini tak diimami oleh
Rosulallah lagi. Dia yang tengah sakit kala itu mewakilkan pengimaman sholatnya
kepada Abu bakar sahabat terdekatnya.. namun tiba2 beliau menyingkap tabir dan
masuk ke dalam masjid, membuat kami spontan keluar dari sholat kami dan ingin
mendekatinya, Abu bakar memerintahkan kami untuk tetap diam di tempat,
Rosulallah lantas maju ke depan mengimami kami sholat dan memerintahkan abu
bakar untuk tetap berada di mihrab imam sejengkal
saja di belakangnya, suara takbirnya kala itu sudah sangat lemah dan tak
terdengar hingga Abu bakarlah mengulanginya dan memperdengarkn gerakan sholat
kepada kami. Dan kami tak pernah menyangka bahwa itu adalah sholat terakhir
kami dengannya bahkan pertemuan kami yang terakhir, di akhir siang beliau
meninggalkan kami, bertemu dengan Tuhan yang telah mengutusnya.
Tak pernah
kulihat banjir airmata lebih banyak dari hari itu, tak pernah kulihat kesuraman
lebih mengenaskan dari waktu itu, tak pernah kurasakan kesedihan dan kepedihan
lebih nyata daripada hari itu, kami berkabung, kami berduka, kami tak lagi bisa
menikmati hidup di dunia, mendung hati kami tak lagi beranjak, menggelayuti
sisa hidup kami dan satu2nya hari yang kami nantikan sesudah itu adalah hari
pertemuan kami dengannya.. dan aku.. hari yang paling aku nantikan adalah satu hari nanti dimana aku akan datang
padanya seraya berkata :
“ aku
adalah pelayan kecilmu anas ya Rosulallah.... “
Dan tangis
anaspun meledak... mengakhiri kisahnya kerinduannya kepada nabi Muhammad tak
mampu lagi dibendungnya..
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Tidak ada komentar:
Posting Komentar